Liu Bang kemudian berhasil naik tahta dan mendirikan dinasti baru
yang bernama Han (206 SM – 221 M). Ia bergelar Han Gaozu (206 – 195 SM).
Para ahli membagi Dinasti Han ini menjadi dua, yakni Han Barat, yang
beribu kota di Chang an dan Han Timur yang beribu kota di Luoyang.
Dinasti Han ini sempat ter putus sejenak oleh kudeta dari Wang Mang,
dimana ia mendirikan Dinasti Xin (9 – 25) yang berumur singkat.
Tetapi
kemudian Kaisar Han Guangwu (25 – 57) yang juga terkenal dengan sebutan
Guang Wudi berhasil merestorasi kembali Dinasti Han. Oleh karena itu
Dinasti Han sebelum pemberontakan Wang Mang disebut dengan Dinasti Han
Barat dan Dinasti Han sesudahnya disebut dengan Han Timur.
Dinasti Han ini cukup terkenal dalam sejarah Tiongkok karena beberapa
penemuan pentingnya. Kertas sebagai contoh ditemukan pada tahun 105 M
oleh seorang sarjana yang bernama Cai Lun saat pemerintahan Kaisar Han
Hedi (88 – 106). Penemuan kertas yang berasal dari bambu ini benar-benar
merombak secara total penulisan buku-buku serta mendorong kemajuan
dalam dunia tulis-menulis. Sulit dibayangkan apabila di jaman modern ini
kita belum mengenal kertas. Sebelum ditemukannya kertas, buku ditulis
di atas lempengan bambu yang dikaitkan satu sama lain dengan tali. Jika
kita masih menggunakan buku semacam itu, dapat dibayangkan betapa
beratnya sejilid kamus misalnya. Penemuan kertas ini pada gilirannya
mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dunia.
Pada masa pemerintahan Kaisar Han Wudi (141 – 87 SM) terjadilah
hubungan antara Barat dan Timur yang dikenal dengan nama jalur sutera.
Hubungan ini berawal mula dari ekspedisi yang dipimpin Zhang Qian,
utusan Han Wudi, guna menjalin hubungan persekutuan dengan negara-negara
lainnya untuk bersama-sama menghadapi serangan bangsa barbar (Xiongnu).
Meskipun Zhang Qian gagal dalam tugas utamanya, ia telah mengadakan
perjalanan selama 12 tahun hingga mencapai Baktria dan Ferghana
(Turkestan modern), dan ia kembali dengan berbagai informasi berharga
mengenai negeri-negeri di Asia Tengah serta sedikit informasi mengenai
Kerajaan Romawi. Pada tahun 104, 102, dan 42 SM, tentara Tiongkok
melintasi Pegunungan Pamir, mencapai Ferghana serta bekas Kerajaan
Yunani Sogdiana, di mana mereka mengalahkan pasukan Xiongnu serta
Romawi. Setelah melintasi gurun pasir serta beberapa gunung-gunung
tertinggi dunia, pasukan Wudi telah mencapai tempat-tempat sejauh 3000
km dari ibu kota mereka. Prestasi ini melampaui jarak maksimal yang
telah ditempuh oleh pasukan Romawi. Ekspansi ini telah membukan jalur
perdagangan antara Barat dan Timur. Jalan raya sepanjang Jalur Sutera
menjadi ramai dan ibu kota Dinasti Han dipenuhi oleh para pedagang Barat
beserta barang-barang mewah yang berasal dari sana.
Penemuan penting dalam bidang teknologi lainnya adalah seismograf
oleh Zhang Heng (78 – 139 M) yang dapat menghitung kekuatan gempa
beserta arah asalnya. Peristiwa penting lainnya pada masa Dinasti Han
adalah masuknya Agama Buddha ke Tiongkok.
Berdasarkan catatan sejarah “San Guo Zhi , Wei Shu ,dan Dong Yi
Zhuan.” Ini terjadi pada masa kekuasaan kaisar dinasti Han Barat yaitu
Aidi (1 SM – 6 M) atau tepatnya tepatnya tahun 2 M. Pada saat itu
pejabat Jing Lu menerima duta dari suku Da Yue yang menyerahkan kitab Fu
Tu (Fu Tu adalah sebutan untuk Buddha pada jaman dahulu , sekarang yang
disebut Fo Tuo). Suku Da Yue ini sebenarnya mendiami daerah Dun Huang ,
pegunungan Ji Lian Shan. Kira-kira abad ke-2 SM , suku ini dikalahkan
oleh suku Xiong Nu. Dan pindah ke daerah barat. Dan pada abad ke-1 SM
mendirikan kerajaan bernama Gui Xuang. Daerah tempat mereka tinggal itu
merupakan daerah dimana Buddhisme bertumbuh subur. Para bhiksu pertama
adalah Gobharana (Ni Mopeng) dan Kasyappa Matanga (Zhu Falan) yang
diundang oleh kaisar Han Mingdi (57 – 75) melalui utusan kerajaan Han
yaitu Qin Jing dan Cai Yin, yang bertemu dengan mereka di daerah suku Da
Yue. Pada tahun 68 M, mereka tiba di Luo Yang dan tinggal di vihara
Baimasi (Vihara Kuda Putih) serta menterjemahkan Sutra Empat Puluh Dua
Bagian. Sutra ini adalah kitab pertama yang diterjemahkan ke dalam
Bahasa Mandarin.
Pada masa akhir hayatnya, Dinasti Han diperintah oleh kaisar-kaisar
lemah yang hanya memerintah secara singkat. Kekuasaan jatuh ke dalam
kekuasaan klan-klan tertentu dan para kasim. Pemberontakan
di daerah-daerah pun pecah, antara lain yang terbesar adalah
Pemberontakan Topi Kuning (Huang Qin), yang dipimpin oleh tiga
bersaudara Zhang. Dinasti Han benar-benar dilemahkan oleh pemberontakan
ini. Pada akhirnya klan Cao berhasil merebut kekuasaan dari tangan
Dinasti Han dan mendirikan Kerajaan Wei (220-264), dimana Cao Pi
mengkudeta kaisar Han terakhir yang bernama Han Xiandi (189-220).
Tindakan kudeta ini membuat Liu Bei, salah seorang keturunan Dinasti
Han, merasa perlu untuk meneruskan keberlangsungan Dinasti Han dan ia
juga mengangkat dirinya sebagai kaisar di negeri Shu (Sichuan sekarang)
dengan gelar Han Congwang (221-223). Xuande adalah nama lainnya, maka
dia juga disebut Liu Xuande. Kerajaannya tetap bernama Shu (221-263),
Shu-Han adalah nama yang disebut oleh para ahli sejarah untuk membedakan
masa Liu Bei sebelum menjadi raja dan sesudahnya. Sun Quan, seorang
jenderal juga mengangkat dirinya sebagai kaisar dan bergelar Wudi
(232-252). Kerajaannya dinamakan Wu (222-280). Karena terpecahnya
Dinasti Han menjadi tiga negara ini, maka jaman ini dinamakan Jaman Tiga
Negara (San Guo), yang dipenuhi oleh peperangan untuk memperebutkan
kekuasaan tertinggi.
Tetapi sayangnya tidak satupun dari ketiga negara ini yang berhasil
mempersatukan Tiongkok kembali, malahan pada tahun 264 M, Kerajaan Wei
terjatuh ke tangan salah seorang menterinya yang bernama Sima Yan. Ia
merebut kekuasaan dari Kaisar Wei terakhir yang bergelar Yuandi
(260-264), mendirikan Dinasti Jin serta mengangkat dirinya sebagai
kaisar dengan gelar Wudi (265-289). Pada gilirannya Sima Yan juga
menaklukkan kedua kerajaan lainnya dan mempersatukan Tiongkok kembali.
Kaisar Jin Wudi merupakan seorang pecinta ilmu pengetahuan. Ia membangun
sebuah perpustakaan di Luoyang yang berisikan lebih dari 30.000 jilid
buku.
Penemuan penting pada masa ini adalah diciptakan peta yang
menggunakan sistim pembagian berrdasarkan garis lintang dan bujur oleh
Pei Xiu, dimana pada petanya itu dipergunakan skala perbandingan 1 inchi
untuk 125 mil. Peta semacam ini merupakan yang pertama kalinya di
dunia, jauh sebelum Bangsa Barat menerapkan metode yang sama dalam
peta-peta mereka.
Setelah Dinasti Jin runtuh selama beberapa ratus tahun, Tiongkok
terpecah kembali menjadi banyak negara, dimana masa ini merupakan
periode yang kacau. Para sejarawan menyebut jaman ini dengan istilah
Dinasti Utara-Selatan. Sebelum runtuh, Dinasti Jin pada tahun 317 sempat
dipaksa melarikan diri ke selatan karena serangan suku bangsa barbar di
utara dan kerajaan mereka di selatan untuk selanjutnya disebut dengan
Jin Timur. Tiongkok utara dikuasai oleh banyak kerajaan kecil-kecil yang
didirikan oleh suku-suku barbar. Sebagian besar dari mereka hanya
berumur pendek karena saling berperang satu sama lainnya. Diantara
kerajaan-kerajaan di utara tersebut yang paling sanggup bertahan lama
dan terkuat adalah Wei Utara (386-534). Karena terbagi menjadi dua ini,
yakni kerajaan-kerajaan Tiongkok Utara dan Selatan, maka inilah yang
menyebabkan jaman ini disebut jaman Dinasti Utara-Selatan oleh para
sejarawan.
Ilmuwan terkenal pada masa ini adalah Zu Chongzhi (429-500). Ia
berasal dari Dinasti Selatan dan berhasil menghitung dengan cukup akurat
nilai bilangan Ĉ, yakni di antara 3,1415926 dan 3,1415927. Penentuan
nilai bilangan Ĉ ini adalah sesuatu yang luar biasa, mengingat Bangsa
Barat baru menemukannya ratusan tahun kemudian Prestasi lain yang
dilakukannya adalah membuat penanggalan serta meramalkan akan terjadinya
gerhana bulan pada tanggal 15 September 459.(Sumber : perfect_harmony200)